Tuesday, September 24, 2013

Filosofy dan Makna BANTEN

BANTEN dalam lontar Yajna Prakrti memiliki tiga arti sebagai simbol ritual yang sacral. Dalam lontar tersebut banten disebutkan: Sahananing Bebanten Pinaka Raganta Tuwi, Pinaka Warna Rupaning Ida Bhattara, Pinaka anda Bhuvana. Dalam lontar ini ada tiga hal yang dibahasakan dalam wujud lambang oleh banten yaitu : "Pinaka Raganta Tuwi" artinya banten itu merupakan perwujudan dari kita sebagai manusia. "Pinaka Warna Rupaning Ida Bhatara" artinya banten merupakan perwujudan dari manifestasi (prabhawa) Ida Hyang Widhi. Dan "Pinaka Andha Bhuvana" artinya banten merupakan refleksi dari wujud alam semesta atau Bhuvana Agung.

Memaknai banten sebagai Raganta Tuwi ini dapat dijabarkan berdasarkan pembagian dari tubuh manusia seperti Ulu atau Kepala (Utama Angga), Badan (Madhyama Angga), Kaki atau Suku (Nistama Angga). Jika dihubungkan dengan Tri Angga ini maka banten yang memiliki fungsi sebagai ulu adalah banten yang berada di Sanggar Surya maupun Sanggar Tawang. Banten yang berfungsi sebagai badan adalah banten ayaban. Sedangkan bante yang berfungsi sebagai kaki atau suku adalah Banten yang berada dipanggungan yang letaknya dijaba. Adapun Banten Caru merupakan simbol dari perut.

Kemudian berdasarkan lapisan yang menyusun tubuh manusia yakni: Badan Kasar atau Sthula Sarira yang terdiri dari Panca Maha Bhuta, Badan Astral atau Suksma Sarira yang terdiri dari Alam Pikiran (Citta, Budhi, Manah, Ahamkara, atau Sattwam Rajas Tamas) serta Sang Hyang Atman sebagai sumber kehidupan. Jika lapisan ini dikaitkan dengan keberadan bebanten, maka banten yang mewakili Panca Maha Butha ini adalah banten yang memiliki fungsi sebagai suguhan seperti: banten soda atau ajuman, rayunan perangkatan dan sebagainya. Sedangkan banten yang berfungsi sebagai penguatan yang dijabarkan dalam berbagai bentuk pengharapan dan cita-cita adalah banten sebagai Suksma Sarira seperti banten Peras, Penyeneng, Pengambyan, Dapetan, Sesayut dan sebagainya. Sedangkan banten yang berfungsi sebagai pengurip atau pemberi jiwa seperti Banten Daksina, Banten Guru, Banten Lingga adalah merupakan simbol atman.

Banten sebagai Warna Rupaning Ida Bhatara dapat dimaknai sebagai suatu bentuk pendalaman Sraddha terhadap Hyang Widhi. Mengingat Beliau yang bersifat Nirguna, Suksma, Gaib, dan bersifat Rahasia, tentu sirat yang demikian itu sulit untuk diketahui lebih-lebih untuk dipahami. Oleh karenanya untuk memudahkan komunikasi dalam konteks bhakti maka Beliau yang bersifat Niskala itu dapat dipuja dalam wujud Sakala dengan memakai berbagai sarana, salah satunya adalah Banten. Adapun Banten yang memiliki kedudukan sebagai perwujudan Hyang Widhi adalah banten-banten yang berfungsi sebagai Lingga atau Linggih Bhatara seperti: Daksina Tapakan (Linggih), Banten Catur, Banten Lingga, Peras, Penyeneng, Bebangkit, Pula Gembal, Banten Guru dan sebagainya.

Banten sebagai Anda Bhuvana dapat dimaknai bahwa banten tersebut merupakan replica dari alam semesta ini yang mengandung suatu tuntunan agar umat manusia mencintai alam beserta isinya. Sesuai ajaran Weda, bahwa Tuhan ini tidak hanya berstana pada bhuvana alit, Beliau juga berstana pada bhuvana agung anguriping sarwaning tumuwuh. Sehingga dalam pembuatan banten itu dipergunakanlah seluruh isi alam sebagai perwujudan dari alam ini. Adapun banten sebagai lambang alam semesta ini adalah: Daksina, Suci, Bebangkit, Pula Gembal, Tanam Tuwuh dan sebagainya.**


Banten dalam agama Hindu adalah bahasa agama. Ajaran suci Veda sabda suci Tuhan itu disampaikan kepada umat dalam berbagai bahasa. Ada yang meggunakan bahasa tulis seperti dalam kitab Veda Samhita disampaikan dengan bahasa Sanskerta, ada disampaikan dengan bahasa lisan. Bahasa lisan ini sesuai dengan bahasa tulisnya. Setelah di Indonesia disampaikan dengan bahasa Jawa Kuno dan di Bali disampaikan dengan bahasa Bali. Disamping itu Veda juga disampaikan dengan bahasa Mona. Mona artinya diam namun banyak mengandung informasi tentang kebenaran Veda dan bahasa Mona itu adalah banten. Dalam Lontar Yajña Prakrti disebutkan: “ sahananing bebanten pinaka raganta tuwi, pinaka warna rupaning Ida Bhatara, pinaka anda bhuana” artinya: semua jenis banten (upakāra)  adalah merupakan simbol diri kita, lambang kemahakuasaan Hyang Widhi dan sebagai lambang Bhuana Agung (alam semesta)  Demikian pula dalam Lontar Tegesing Sarwa Banten, dinyatakan: “ Banten mapiteges pakahyunan, nga; pakahyunane sane jangkep galang” Artinya: Banten itu adalah buah pemikiran artinya pemikiran yang lengkap dan bersih.
Bila dihayati secara mendalam,  banten merupakan wujud dari pemikiran yang lengkap yang didasari dengan hati yang tulus dan suci. Mewujudkan banten yang akan dapat disaksikan berwujud indah, rapi, meriah dan unik mengandung simbol, diawali dari pemikiran yang bersih, tulus dan suci. Bentuk banten itu mempunyai makna dan nilai yang tinggi mengandung simbolis filosofis yang mendalam. Banten itu kemudian dipakai untuk menyampaikan rasa cinta, bhakti dan kasih.makna Banten ada 4 yaitu : 1. Pesucian 2. Linggih 3. Soda Rayunan dan 4. Pinunasan.Bagaimana banten yang ada itu, itu adalah wiweka manusia memperlakukan Tuhan itu sebagai tamu. Sesuai dengan keadaan otak yang terbagi menjadi 2, maka menuju Tuhanpun terbagi menjadi 2 yang disebut dengan Bhakti Marga dan Jnana Marga. Bhakti Marga merupakan penggabungan antara Bhakti + Karma, sedangkan Jnana Marga merupakan penggabungan Jnana + Raja. Dua jalan ini juga bernada dualitas, artinya akan bertentangan, tetapi tujuannya sama. Kalau diibaratkan seperti suami istri. Suami ( laki ) dan istri ( perempuan ) memang berbeda, tetapi tujuannya sama yaitu untuk mewujudkan keluarga yang bahagia sejahtera. Begitulah perumpamaan Bhakti dan Jnana itu.
Dalam bebanten, saya artikan dulu bhakti dan jnana itu sebagai memakai sarana/berwujud dan tidak memakai sarana/ tidak berwujud, jadi untuk menuju kepada Tuhan itu ada 2 cara yaitu Bhakti Marga dengan sarana bebanten, sedangkan Jnana Marga tanpa sarana.
Kemudian sesuai dengan bebanten itu, cara ini disebut Bhakti Marga. Bagaimana kita membuat banten itu, itu adalah wiweka manusia menerima Tuhan sebagai tamu. Sama dengan kita menerima tamu di rumah, di depan rumah pasti ada keset untuk memberisihkan kaki tamu, kalau jaman dahulu kalau ada seorang Resi yang hadir, pasti kita berikan pembasuh kaki. Dari cara ini, maka muncul banten yang pertama yaitu banten pabersihan. Sesuai dengan namanya banten pabersihan, tentunya untuk membersihkan. Dalam hal ini membersihkan tempat duduk/ stana Tuhan. Salah satu contoh banten yang termasuk banten pabersihan adalah prayascita. Selain prayascita tentu banyak lagi jenis - jenis banten pabersihan.
Banten yang kedua. Setelah tamu masuk, maka tamu kita persilahkan duduk, dimana tempat duduk sudah dibersihkan tadi dengan banten prayascita. Banten duduk ini disebut banten linggih. Salah satu contoh banten linggih ini adalah daksina, yang kemudian disebut daksina linggih. Banten ini juga banyak jenisnya, ada banten Saraswati dan lain - lain yang jumlahnya juga banyak.
Banten yang ketiga. Setelah tamu duduk, pasti kita suguhkan sesuatu. Sesuatu dalam bebantenan ini disebut dengan Soda Rayunan. Ini banten yang ketiga yang berbentuk suguhan. Jenisnyapun banyak sekali.
Kemudian banten 4. Setelah kita suguhkan sesuatu yang disebut banten soda rayunan, maka ada banten yang ke 4 yang disebut banten pinunasan atau banten permohonan. Salah satu contoh banten pinunasan adalah sayut. Inilah filosofi bebantenan,
ada 4. Sekarang 4 jenis banten ini tingkatannya ada dari nistaning nista sampai utamaning utama. Silahkan pilih sesuai dengan keperluan dan yang paling utama adalah disesuaikan dengan keadaan keuangan.

DAN BANTEN merupakan visualisasi dari ajaran tattwa dan susila Hindu yang memiliki tujuan mengarahkan, menuntun manusia guna tumbuhnya sifat-sifat yang mulia dalam diri. Oleh sebab itu apa yang ada dibalik banten itu ternyata sangat kaya akan k
onsep hidup yang bersifat universal, yang wajib diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya: Banten Peras, Banten ini lambang perjuangan hidup dan doa untuk mencapai kesuksesan (Prasiddha) dalam kehidupan ini.

Umat Hindu melaksanakan ajaran Agama-nya antara lain melalui empat jalan/ cara (marga), yaitu: Bhakti marga, Karma marga, Jnana marga, dan Raja marga.
Umumnya keempat marga itu dilaksanakan sekaligus dalam bentuk upacara Agama dengan meng
gunakan sarana banten yang terdiri dari bahan pokok: daun, bunga, buah, air ,dan api. Sarana-sarana itu mempunyai fungsi sebagai:

- Persembahan atau tanda terima kasih kepada Hyang Widhi.
- Sebagai alat konsentrasi memuja Hyang Widhi.
- Sebagai simbol Hyang Widhi atau manifestasi-Nya.
- Sebagai alat pensucian. - Sebagai pengganti mantra.

No comments:

Post a Comment